Akhir tahun 2022 kita sering mendengar berita di media bahwa tahun 2023 dunia akan terjadi resesi, yaitu kondisi pertumbuhan ekonomi makro negara yang negatif selama 2 kuartal (8 bulan) berturut-turut. Bahkan diberitakan dunia akan gelap akibat krisis energi yang disebabkan belum berakhirnya perang Rusia – Ukraina. Inflasi akan tinggi yang disebabkan oleh harga kebutuhan pokok yang naik tidak wajar. Saya berpendapat Indonesia tidak akan terjadi resesi. He…he… ko PD ya? Iya, karena di negara kita banyak sumber daya alam yang melimpah yang diekspor sehingga roda perekonomian tetap bisa berputar. Menurut data https://www.bps.go.id/exim/, rata-rata nilai ekspor Indonesia setiap bulannya pada tahun 2022 adalah US$ 24 Milyar atau Rp 360 T.
Selain itu jumlah pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) di negara kita sangat banyak. Bahkan menurut ASEAN Invesment Report yang dirilis pada bulan September 2022, jumlah pelaku UMKM Indonesia tahun 2021 terbanyak se-ASEAN, yaitu sebanyak 65,5 juta. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding negara anggota ASEAN lainnya, seperti Thailand yang berada di posisi kedua, jumlah pelaku UMKM-nya hanya 3,1 juta. Pada tahun 2021 UMKM Indonesia mampu menyerap 97% tenaga kerja, menyumbang 60,3% terhadap Produk Domistik Bruto (PDB), dan berkontribusi 14,4% terhadap ekspor nasional. Dari dua indikator ini saja kita sudah yakin bahwa Indonesia Insya Allah tidak akan terjadi resesi. “Lho…lho… pembahasanya ko malah ngelantur ngurusin ekonomi makro? ini kan tugasnya Ibu Menteri Keuangan… he..he…”. Kita kembali ke masalah menabung untuk investasi ya Bapak Ibu…
Sebenarnya terjadi atau tidak terjadi resesi, kita sangat perlu berinvestasi untuk melindungi dan mengembangkan aset atau pendapatan kita. Karena yang pasti terjadi adalah inflasi (baca: kenaikan harga kebutuhan), sedangkan pendapatan kita belum tentu naik atau jikapun naik, mungkin kenaikannya tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Saya percaya Bapak Ibu guru sudah gemar menabung sejak dulu, walaupun menabungnya mungkin masih dengan cara yang “konvensional”. Memang ada cara menabung modern? he..he.. Maksudnya konvesional adalah menabung di bank-bank pada umumnya, Bapak Ibu akan diberikan bunga bank, tapi juga ada biaya potongan untuk administrasi rekening, administrasi kartu debit, atau biaya lainnya. Bisa jadi biaya potongannya lebih besar dari pada bunga yang diperoleh, sehingga dana yang kita tabung bukannya berkembang tapi malah berkurang. Ilustrasinya jika kita menabung Rp100 ribu setiap bulannya, selama 5 tahun uang kita belum tentu akan menjadi Rp6 juta, karena setiap bulannya ada potongan tadi. Bahkan uang Rp6 juta tersebut 5 tahun ke depan nilainya akan berbeda dengan saat ini, karena tergerus dengan inflasi tadi.
Nah berikut empat cara menabung yang bisa dilakukan guru agar pendapatannya bisa berkembang, minimal bisa bertahan tidak digerogoti oleh “kejamnya” inflasi.
- Menabung Properti
Properti yang dimaksud bisa berupa rumah, tanah kaplingan, atau tanah kebun/sawah. Rata-rata kenaikan harga properti di Indonesia setiap tahunnya adalah 5% – 10%. Artinya jika saat ini kita membeli properti misalnya tanah kapling seharga Rp20 jt, maka 5 tahun ke depan harga jual tanah tersebut bisa menjadi Rp25,5 juta – Rp32 juta. Lho, berarti lebih dari 10% dong? Yes, itulah keajaiban Compounding Effect dalam investasi. Asumsi perhitungan kita tetap 10%, namun hasil akhirnya bisa lebih besar dari 10%. (Semoga lain kali kita bisa membahas lebih lanjut tentang Compounding Effect ya Bapak Ibu…). Coba bandingkan jika dana Rp20 jt itu hanya disimpan di rekening tabungan biasa, bisa jadi 5 tahun ke depan jumlahnya sudah berkurang.
Saat ini sudah banyak penawaran jual-beli properti dengan cara mencicil, terutama rumah subsidi dan tanah kaplingan. Artinya Bapak Ibu bisa memiliki properti tersebut dengan cara menabung. Memang ada beberapa kelemahan jika kita menabung properti, antara lain butuh dana yang relatif besar. Untuk rumah bersubsidi atau tanah kaplingan besaran cicilannya bisa mencapai Rp 1 jutaan per bulannya, dan biasanya ada DP (down payment) atau uang muka sebesar 20%-30% dari harga jual. Selain itu jika Bapak Ibu ingin menabung properti, hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah lokasi, kedua lokasi, ketiga lokasi. Ini gimana sih… semuanya ko lokasi? Ya benar Bapak Ibu, karena lokasi properti akan sangat menentukan nilai jualnya nanti. Lokasi-lokasi yang harus dihindari misalnya: dekat kuburan, dilalui jalur kabel SUTET, jalan buntu, dan lainnya. Dan yang keempat yang harus dipertimbangkan adalah legalitasnya, termasuk profil penjual atau developernya. Kelemahan lain dari menabung properti adalah tidak liquid. Artinya jika kita sewaktu-waktu membutuhkan dana darurat dan akan menjualnya, maka tidak bisa secepat akan laku.
Menabung properti jika Bapak Ibu punya kreatifitas untuk mengelolanya akan lebih menguntungkan. Misalnya yang saya lakukan saat ini, kebetulan rumah yang saya beli dengan cara mencicil tidak ditempati, sehingga dikontrakkan, dan hasil kontrakan itulah yang saya gunakan untuk membayar cicilannya. Jadi saya yang beli rumah, orang lain yang bayar cicilan. he…he… enakkan?. Mungkin jika ada yang menawarkan cicilan tanah kaplingan yang lokasinya strategis, kita bisa disewakan kembali kepada para pedagang angkringan. Atau jika Bapak Ibu mau menambah modal dan kreatifitas, tanah tersebut bisa dibuat space-space untuk pusat jajanan tradisiional misalnya, yang bisa kita sewakan. Bisa jadi hasil sewaan tersebut tidak hanya untuk menutupi cicilannya, tapi bisa sebagai pasive income kita.
2. Menabung Reksadana
Mungkin diantara Bapak Ibu ada yang belum mengenal reksadana? Nah pembahasan apa itu reksadana, bagaimana cara menabungnya, apa keuntungannya, kita akan bahas dalam tulisan berikutnya ya Bapak Ibu. Tetap pantau terus di https://www.kabarinspirasi.id/. Semoga bermanfaat.
(Bersambung)