POSO, KABARINSPIRASI – UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan Sintuwu Maroso (KPH-Sinmar) Poso membantah telah bersikap arogan dan intimidatif terhadap warga yang melakukan penyadapan getah pinus di Wilayah Hutan Kec. Pamona Utara Kab. Poso sebagaimana diungkap anggota DPRD Provinsi Sulteng, inisial ST. Mereka juga menolak dituding bersekongkol dengan pengusaha getah pinus di Poso.
Bantahan disampaikan langsung Kepala Kantor UPT KPH Sintuwu Maroso di Poso, Ir. Lukman S Hut, MSi, IPU. “Tidak ada intimidasi kami kepada warga yang disebut beliau sebagai petani pinus jelasnya, Kamis (11/5). Bukti kuat tidak adanya intimidasi dan arogansi KPH Sinmar diakui langsung oleh warga yang juga menjabat ketua Bumdes Uelincu Kecamatan Pamona Utara, Daniel Walisa saat gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Deprov Sulteng pada Tanggal 15 Agustus 2022.
Menurut Lukman, pohon pinus yang tumbuh di wilayah Pamona semua berada dalam kawasan hutan. Itu artinya, untuk mengambil dan mengelola getah pinus harus mempunyai izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu berupa PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan) dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI. “Pinus itu kan berada dalam kawasan hutan. Siapa yang mau mengolah harus terlebih dulu mengantongi Izin PBPH. Regulasinya jelas dalam UU Cipta Kerja No : 11 tahun 2022 sebagaimana telah diubah dengan Perpu No : Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” tandasnya. “Karena berada dalam kawasan hutan maka pinus itu tidak bisa diklaim sebagai milik desa, meski benar kawasan hutan itu berada dalam wilayah desanya. Jelasnya, siapa pun yang ingin mengolah pinus mutlak harus berizin,” tambah Lukman. Izin dimaksud, kata dia, di terbitkan langsung oleh Kementerian LHK, bukan diterbitkan Dinas Kehutanan Provinsi, atau apalagi oleh KPH Sinmar Poso. “Urus izinnya langsung di Kementerian di Jakarta karena mereka yang terbitkan,” bilang Lukman.
Terkait tudingan bersekongkol dengan pengusaha pinus, Lukman memastikan tudingan itu salah. “Tidak ada sekongkol. Mereka (pengusaha) itu mengambil dan mengolah getah pinus ya karena mereka memang punya izinnya,” tegasnya.
Lukman juga memberikan klarifikasi soal anggapan KPH Sinmar telah menyita barang bukti (babuk) getah pinus milik warga desa Uelincu hasil dari operasi yang dilakukan oleh Balai Gakkum Kementerian LHK Wilayah II Sulawesi. Bilangnya, KPH Poso cuma sebagai tempat penitipan babuk. Pun saat gelar operasi, KPH Poso hanya sebatas mendampingi Gakkum. “Jadi KPH tidak berhak untuk melepaskan babuk yang ada. Yang bisa melepas babuk itu hanya dua, yakni Gakkum itu sendiri dengan pertimbangan tidak cukup bukti saat penyidikan, atau di lepas berdasar putusan Pengadilan Negeri. Mari kita menghargai proses hukum yang sementara berjalan,” tutup Lukman. (bud)