POSO – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Poso akan melakukan koordinasi dengan pihak Komite Sekolah SMP Negeri I Poso Pesisir Kecamatan Poso Pesisir terkait hasil putusan rapat Komite tentang pengumpulan atau pungutan uang untuk sejumlah rencana kegiatan, termasuk pengadaan seragam batik dan seragam olahraga bagi anak-anak muridnya.
Kepala Dinas Dikbud Poso, Dedriawan Talingkau, mengatakan koordinasi penting dilakukan guna memastikan bahwa pengumpulan dana yang akan dilakukan tidak menyalahi aturan dan memberatkan pihak yang dipungut.
“Saya sudah baca suratnya (surat putusan rapat komite, red). Tapi sy belum tau persisi duduk persoalnya. Untuk jelasnya masalah ini saya akan berkoordinasi dulu dengan komite,” jelasnya, Senin (3/10). Tapi demikian, mantan Camat Lage ini memastikan tidak boleh lagi ada pungutan uang komite, atau pungutan lain yang memberatkan dan memaksa.
Diketahui, rencana pungutan dana oleh komite sekolah SMP Negeri I Kasiguncu ini telah di unggah seseorang di akun facebooknya hingga menjadi polemik di sebagian kelompok masyarakat. Dalam surat putusan rapat komite dimaksud termuat beberapa point rencana kerja komite sekolah yang melatar belakangi akan dilakukannya pengumpulan dana kepihak lain tak terkecuali pada orang tua murid.
Selain seragam batik dan seragam olahraga sekolah, komite sekolah juga merencanakan membangun pagar sekolah sepanjang 20 meter, penebangan pohon di halaman sekolah, dan pemarasan rumput dilokasi sekolah.
Dijelaskan Dedriawan, bahwa pemkab Poso telah membebaskan semua pelajar atau siswa sekolah SD-SMP dari pungutan uang komite. Artinya pemkab melarang pihak sekolah untuk meminta atau memungut uang iuran komite bulanan dari para siswanya. “Tapi demikian bukan berarti komite sudah tidak boleh berkreasi untuk membantu memajukan sekolah. Tetap bisa dan boleh,” bilang Kadis.
“Misalnya, komite ingin membangun pagar sekolah karena pagar sudah rusak dan anggaran pemerintah belum ada. Disini komite bisa minta bantuan dari pihak ketiga, misalnya pengusaha, kantor, atau perseorangan lain yang jumlah dan sifatnya tidak memaksa. Bantuan sukarela,” tambah dia. “Kalau ada orang tua murid yang mampu dan mau membantu, tidak masalah. Yang penting tadi itu, tidak memaksa dan tidak menentukan jumlah besar kecilnya bantuan partisipasi,” imbuhnya lagi.
Lalu bagaimana dengan pengadaan seragam batik dan pakaian olahraga yang biayanya masih dibebankan kepada siswa? Dedriawan menjawab bahwa batik dan pakaian olahraga bukan seragam sekolah wajib, dan hanya merupakan pakaian tambahan. “Pakaian sekolah wajib itu yang seragam merah putih (SD), dan biru putih (SMP). Seragam sekolah wajib inilah yang akan pemkab tanggung mulai tahun depan,” tandasnya.
“Kalau batik dan pakaian olahraga itu seragam tambahan yang biasanya jadi identitas sekolah. Seragam tambahan ini belum masuk dalam tanggungan pemerintah,” sambung Dedriawan. Karena sifatnya bukan seragam wajib, pihak sekolah diminta tidak memaksakan siswanya untuk membeli. (yan)